Pages

(less than) 24 hrs in Manchester

Kali ini gw mau share cerita tentang Manchester. Salah satu kota yang sempat gw kunjungi pas UK trip tahun lalu. Kenapa mampir kesini sih, sudah bisa ditebak, karna gw pingin liat the Old Trafford. Yeah, who doesn’t know Manchester United? Yang katanya the world richest club ituuu. Gw sebenernya hanya menghabiskan waktu less than 24 hours di Manchester. Literally mampir, hahaha. Tapi let me share my impression of this city walopun gw cuma stay di kota ini for a night.


Welcome to Piccadily Station!
Gw sampai di Manchester by train from Edinburgh menjelang jam empat sore. Tepatnya, di Manchester Piccadily train station yang merupakan station utama di Manchester. Keluar dari station, gw mengandalkan GPS buat mencari arah ke hostel tempat gw menginap semalam. Berhubung cuman stay satu malam, dan besok siangnya kita udah harus naik bus ke London jadi gw cari penginapan murah meriah gak jauh dari Piccadily area situ ya kan. Dapetlah di Hatters Hostel Manchester, yang sekitar 7 menit jalan kaki dari station, kalau gak nyasar. Sepanjang jalan ke hostel, I was surprised. Jalanan yang agak sepi, bangunan tua dengan batu bata merah yang sesekali dipenuhi coretan, trotoar untuk pejalan kaki yang sempit dan kadang malah gak ada jadi mesti rebutan jalan sama mobil, jalanan yang berdebu dan kotor. Pikiran gw melayang pada scene-scene serial TV Amerika, which reminds me of Bronx area in New York. That weird. Manchester lebih berbau Amerika daripada Inggris buat gw di saat itu.


Sampailah di Hatter hostel, yang bangunannya juga tua banget. Tapi ini the cheapest hostel with strategic location that I could find at that time. Gw dan temen gw stay di 10 bed female dormitory room, yang per bed nya di charge 15 GBP (sekitar 255rb rupiah/semalam/per orang dengan kurs pounds yg 17rb di tahun lalu) udah termasuk sarapan.  Dan ini adalah one of the most minimalist hostel yang pernah gw tinggali. Selain bangunannya yang tua, kamarnya yang apa adanya (bayangin aja 10 bunk bed digabung di satu ruangan), toiletnya yang juga tuwir abis (pernah liat toilet di hotel Majapahit Surabaya yang kalau nyirem WC, mesti narik tuas di atas toilet karena tangki airnya tinggi banget? Nah itu), room matesnya pun agak-agak unik. Gw dan temen gw pun sepakat, we just need place for sleep anyway, jadi ya udahlah ya. Secara sepelemparan batu dari hostel udah bisa sampai ke Piccadily Gardens yang strategis banget, deket tram, train station, coach station dan Primarks, hueheheh.

Keesokan paginya kita tanya-tanya tentang cara menuju Old Trafford, dan berniat langsung beli tiketnya disana aja kalau memungkinkan. Soalnya kita juga harus ngejar jadwal bus ke London di siang harinya jadi ga yakin apa bisa keburu untuk stadium tour. The hostel people told us that the easy way is to get on the metro. Alias tram ala Manchester yang bisa langsung menuju old Trafford.  Jadilah kita jalan kaki menuju Piccadily Gardens karena tram station pas ada di sebelahnya. Beli tiketnya di machine yang juga ada di tram station itu. Habis beli tiket, kita nunggu tram yang ternyata ga rame-rame amat pagi itu. Yang bikin amazed adalah, system tram yang fully depends on the honesty of the Manchester citizens. Bayangin tram stationnya itu kayak halte bus di pinggir jalan yang everyone can get on and off as they like. Ga ada gatesnya yang lu mesti tap kartu dulu, ga ada yang jagain juga. Habis beli tiket, gak ada yang cek juga di dalam tram. In fact, gw bisa aja naik turun tram itu tanpa beli tiket, nobody will knows anyway. Gilak yah. Ralat, buat gw itu gilak, buat people in Europe mungkin itu system yang biasa. 

Tram Station deket Piccadily Gardens
Beli tiket Metro a.k.a Tram disini ya...
Inside the Metro yang ga rame-rame banget
By the way, Piccadily Gardens di Manchester juga lumayan buat dikepoin. Gw selalu suka public places yang bisa buat people watching. I mean, tinggal duduk, terus nongkrong sambil ngeliatin orang-orang yang lalu lalang dan membayangkan bisa tinggal di Manchester sedikit lebih lama itu lumayan menyenangkan lho buat gw. Apalagi banyak toko dan restorant juga di sekeliling Piccadily Garden, heheh. Gw sempet lunch di Nando’s yang pas ada di sebelah Piccadily Gardens, and I love their sweet potato! Sayang Nando’s belum masuk ke Indonesia ya..

Santee di Piccadily Garden. Pas May tahun lalu weathernya enak banget :)
Ohiya, Old Trafford stadium itu ga jauh dari tram station. Cukup gampang malah rutenya karena tinggal lurus doang dari station. Kalau pas ga ada match, area Old Trafford itu sepi. Kebayang klo pas lagi ada laga sepakbola, that area must be full of supporter. Tadinya udah pasrah kalau bakalan cuma bisa foto-foto depan stadium, eh ternyata pas iseng nanya tiket tour di jam yang kita mau, masih available dong! Rejeki ga kemana memang. Jadi jugaaa liat stadium impian jaman muda dulu, hahahha. Dan asli, gak nyesel ikutan stadium tour yang harganya bahkan lebih mahal dari hostel gw smalam di Manchester. Kita diajak tour ke tempat ganti pemain, media room tempat setiap press conference diadakan, ke VIP lounge inside the stadium yang katanya ‘lots of star has invited to come here during the game’, dan di akhir tour kita dikasih liat video Manchester united yang sukses bikin gw nangis bombay, huhuhu. Dan sebagai fans karbitan, gara-gara stadium tour ini juga gw baru tahu soal munich air disaster yang menimpa para pemain Man-U di tahun 1958.
 
Tram station Old Trafford

Jalanan menuju Old Trafford

Finally, Old Trafford!!


Dimana-mana ada foto si Bapak ini. Oh bahkan ada Sir Alex Ferguson stand..
Dudududu... misi ada yang lagi ganti baju gak?


sekali kali bolehlah yaa nampang di blog sendiri, hehehe

Mengenang the Munich Air Disaster 1958
Puas foto-foto di stadium yang super gede ini (capek juga keliling stadiumnya gara-gara kelewatan nyari sign for toilet, hehehe), kita pun balik ke hostel ngambil tas buat balik menuju ke London. Menuju ke coach station national express. Pas udah mau balik, ga sengaja liat plang dengan tulisan ‘gay village’ dan langsung penasaran. Eh ternyata bener, ga jauh dari situ ternyata ada area yang terkenal as one of Europe’s most lively gay areas atau area yang penuh dengan bar, pubs, restorant yang memang popular di kalangan gay, lesbians, transsexual, etc. Known also as canal street atau orang local sering iseng call it the area as ‘anal treet’. Unfortunately, gara-gara jadwal bus yang udah mepet, ga sempet mampir-mampir lagi, huh. Padahal pengen bandingin sama red light district nya Amsterdam sih, hihihi.

Manchester ini somehow agak-agak diluar ekspektasi gw. Tapi berhubung hanya satu malam stay disini, dan gak sempet kemana-mana kecuali Piccadily area dan Old Trafford, so I couldn’t say much. Well, mungkin harus kesini lagi in my next UK trip plus siapa tahu bisa mampir ke Liverpool juga, haha.

Tidak ada komentar: