Pages

Nite at Cafe Au Lait Cikini

Yak, duduk di salah satu sofa di dalam cafe au lait cikini. Di luar hujan. Gelap. Masuk ke dalam cafe ini, serasa masuk ke dunia yg berbeda. Suasananya suram, seperti kembali ke masa lalu. Begitu masuk, ada satu buah piano hitam di sudut ruangan. Etalase nya hampir kosong kalau tidak mau dibilang tidak ada isinya. Beda banget sama etalase starbucks yang selalu penuh dgn kue kue dan kue, hahaha. Perabotannya jadul, dan semua lukisan yang dipajang hitam putih. Dan, kafe ini sepi... But hey, that’s why I came here. Looking for a place to sit here, alone.


Ngapain sih nongkrong di cafe ini? Pertama, karena gw mencari tempat yang bagus untuk membangkitkan mood menulis saya. Hehehhe. Yupp, alasan gw beli si minired ini adalah biar gw bisa nulis lagi. But then, stelah beli, ga berubah aja. Sama aja, emang dasar malas, hihihi. Ada aja alasannya. So, I think, if I go to some place, I can write something. And u know what, it works!! Yaayy . Kedua, emm, di cafe ini ada musik jazz nya di malam2 tertentu. Dan kebetulan, I came at the right time, hehehe. Anyhow, sepertinya bukan cuma gw koq yang berpikiran untuk datang ke cafe ini to get some inspiration. At least ada satu org lagi yg juga sdg menulis sesuatu di laptopnya, selain gw of course. Dan satu org yg lagi sibuk ber ipad ria. Hehehe.

Nongkrong di cafe ini, dgn minired di meja, ice cappucino di sbelah kanan, alunan musik tempo dulu yang lembut dan hembusan pendingin udara cafe yang luar biasa dingin, gw tidak bisa mengingkari bahwa, well...gw cukup menikmati lifestyle semacam ini. Come on, frankly speaking, nongkrong di starbucks or just bring a cup of starbucks will make you feel different rite? Ada seorang bapak2 yang suatu pagi masuk ke lift kantor sambil membawa a cup of starbucks, dan sesampainya di dalam lift, habislah dia diledekin oleh temen2nya. Tumben gaya, kata temennya.Si Bapak, entah kenapa, kikuk dan berkilah, klo kebetulan dia hanya menemani istrinya. Mungkin si bapak yang selama ini ngopi kopi tubruk di kantin kantor, koq tiba2 nenteng starbucks pagi2 agak gak enak hati sama temannya. At that time, starbucks not just a coffee I guess, its more like a symbol than just a cup of coffee. Jakartans, for me, living with this kind of symbol. Semua yang mereka pakai, yang mereka pamerkan, its a matter of brand. The more famous the brand that you wear, the more confident you are.

Gw, dan gw yakin kebanyakan orang, menjadikan gaya hidup penuh symbol itu sebagai parameter.

Mau tahu apa gambaran gw dulu tentang hidup di Jakarta? Living in apartment near Senayan, within a walking distance to my office, enjoying a nite view from my window room, shopping at debenhams, drive my own car, spend the nite in a coffee shop. Hahaha. Pokoknya gambaran mbak2 wanita karir yang sukses beratt. Sounds good hah? Dan catat, gw pingin itu semua dihasilkan dari jerih payah gw sendiri, dari hasil kerja keras gw sndiri. Bukan pemberian, apalagi gw minta2 ma orang. Not from my husband. Not even from my own parents.

Gambaran akan gaya hidup itu tanpa sadar menjadi bagian dari mimpi gw. Gw tidak berasal dari kluarga yg berlebihan, juga tidak kekurangan. Gw cukup bersyukur, kedua orangtua gw bisa memberikan gw pendidikan yang pantas. Di Politeknik negeri cukuplah, tidak perlu ke universitas mahal nan bergengsi, apalagi di luar negeri. Selain sadar biaya, rasanya gw juga harus sadar dengan kemampuan otak, hehehe. Gw tidak perlu bingung dengan biaya sekolah, tapi juga tidak bisa meminta berlebihan. Setelah ortu gw pensiun, life is somehow drastically changed. Ngangkot dan ngejar bus, jadi hal yang biasa. Jangan berharap, ortu akan membekali anaknya ini mobil plus supir. Satu2nya mobil yang ortu gw sanggup beli hanya kijang kotak tahun 92. Itu pun klo ga rewel mesinnya, hahaha. Hp pertama yang gw punya, klo ga salah, baru gw punya di waktu kuliah. Biar gampang buat ngelamar kerjaan, hehehe. Membeli buku di gramedia, buat gw its part of luxury. Dari dulu selalu mengimpikan bisa borong buku di gramedia, tanpa perduli berapa harganya, hahaha. Believe me, begitu gw punya duit sendiri, gramedia is the first place I went to! Punya duit sendiri juga pas jaman kuliah, gara2 gak sengaja kecemplung di dunia debate. Ikut debat sana sini, juara, dapat duit, dan sbagian besar dihabiskan buat nraktir emak dan adik gw, hahahaha. 

Mimpi akan gaya hidup sedemikian tinggi, dengan kondisi yang gw tahu tidak sebaik yang lain, membuat gw harus bekerja lebih keras. Gw bukan lulusan universitas negeri ternama, bahasa inggris gw adalah bahasa tanpa grammar, sertifikat les ga punya satupun. Ga pernah ikut les apapun, karena sayang bayarnya. Sounds familiar? Iyalahh, gw adalah bagian dari 98% orang di dunia ini. Artinya, I have no selling point at all. Ada ribuan, puluhan ribu orang bahkan jutaan, diluar sana dengan ciri2 yang gw sebutkan tadi. Maka gw menganggap wajar bekerja sampai tengah malam, di awal2 gw bekerja. Gw menganggap wajar untuk memperlihatkan effort yang lebih dari yang lain, agar gw pantas bersaing dengan mereka yang bergelar sarjana dari univ negeri ternama. Pulang jam 9malam menjadi hal yang biasa buat gw. Malah aneh klo pulang disaat matahari masih nongkrong di langit. Rela mengambil pekrjaan jauh dari keluarga, jarang pulang ke keluarga, walaupun ada waktu dan kesempatan. Menghabiskan weekends pun kadang di kantor demi kerjaan yang sepertinya tidak ada habisnya. Gw mendoktrin diri gw sendiri, bahwa inilah yang harus dilakukan untuk mendapatkan gaya hidup yang gw mau. Gw selalu bertanya2, kalau ada orang lain yang lebih baik dari gw. Apa yang mereka lakukan, yang tidak gw lakukan? Well, yeah rumput tetangga selalu lebih hijau kan? Gw bahkan sudah punya target dan bayangan what I wanna be for the next 2 year. Life is full of ambitions in some case for me. Adakalanya gw merasa, apapun yang gw capai, rasanya tidak pernah ada bagusnya. Tidak pernah lebih baik dari orang lain. Maka apapun yang orang lain dapatkan, rasanya koq ya mereka selalu lebih beruntung dari gw.

Gw mungkin adalah gadis muda dengan segudang mimpi yang kebanyakan melihat ke atas daripada ke bawah. Hehehehe. Awalnya oke, semua ambisi itu, membawa gw ke jalur yang gw inginkan. Gw bekerja, to get the money. To actualize myself. To get the lifestyle that I want. At the end, semua orang mengejar kesuksesan. Tapi tiap orang gw yakin, punya definisi yg berbeda soal sukses. How you define success? Punya gaji 2 digit? Punya mobil dan rumah sendiri? Nenteng ipad dan iphone kemana2? How? Semua parameter itu, memang akan terasa lebih gampang, jika kita punya uang. But, after that? What? Buat apa gw bekerja keras, kalau gw selalu pulang malam, dan tidak punya waktu untuk menikmati hasil kerja keras gw?

Mungkin hanya Tuhan yang tahu, bahwa apa yang gw inginkan sekarang sungguh sederhana. Gw cuma ingin menikmati segala sesuatu yang gw lakukan setiap harinya, setiap jam nya, setiap detiknya. Betul, sesederhana itu. Gw ingin bangun setiap pagi dengan segar, menghirup udara pagi dengan syukur, bukannya bangun dan berpikir “kenapa ya hari ini bukan hari minggu”. Gw pingin pergi ke tempat yang belum pernah gw kunjungi. Menulis smua pengalaman gw, share with others. Gw pingin jadi travel writer atau mungkin bekerja untuk majalah jalan-jalan? Hahhaha. Gw dulu pernah pingin kerja di industri perhotelan, agar setiap hari rasanya seperti liburan, apalagi kalau hotelnya di Kuta Bali, hehehe. Gw pingin bangun pagi dan main2 dengan kucing gw. Gw pingin pulang, dekat dengan kluarga. Gw pingin makan pizza satu loyang sendirian. Gw pingin mengurung diri di kamar seharian penuh, nonton film dengan ditemani sekotak besar bazkinrobbins ice cream. Gw pingin menikmati ice cappucino di cafe gramedia GI, menikmati nite view disana sembari membaca buku kesukaan. Dan sejuta mimpi2 lain. Sungguh, rasanya mimpi akan gambaran hidup di apartemen di awal gw pindah ke Jakarta menjadi tidak berarti lagi, andai gw bisa menikmati semua hal2 yang di sebutkan tadi.

Mampir ke cafe au lait ini pun salah satu keinginan spontan. Spend my afternoon in this place, writing while i’m listening to jazz music played by this talented musician. This is what I want, and while I can, I want to enjoy it. Dan walopun pulang dari cafe ini nanti, gw harus balik ke kost dan bukan apartemen di senayan, that's fine! Walopun ntar pulang dari cafe ini, gw tetap harus lari2an naik bus, karena gw ga punya mobil seperti halnya mimpi gw, dan sayang ngeluarin duit buat naik taxi, I don’t mind for it. Kalaupun sekarang gw masih menjadi corporate slave dan bukannya seorang travel writer, biarkanlah gw menikmati proses itu. Memang, kadang gw bangun pagi dan malas bekerja, karena damn, saya bosan mengerjakan hal yang sama berulang2. Tapi kalau hidup terasa mudah setiap waktu, lalu dimana tantangannya?

Teman, untuk menjadi berani, kita harus mengenal rasa takut. Untuk benar2 menikmati semua hal yang ingin kita lakukan, mungkin kita harus melewati hal2 yang tidak menyenangkan terlebih dahulu. Mungkin itu pula mengapa, gw mnikmati alunan musik jazz di cafe au lait ini sedemikian rupa, karena gw baru saja melewati 8jam yang membosankan as a corporate slave.. hahahaha. ;)

Tidak ada komentar: